Jumat, 14 September 2018

Uji Millon Untuk Menentukan Asam Amino Tirosin pada Protein

Reaksi Kimia Uji Millon Untuk Menentukan Asam Amino Tirosin pada Protein

Uji millon dilakukan untuk menentukan terdapatnya asam amino tirosin pada larutan protein, jika hasil positif maka akan terbentuk endapan putih yang dapat berubah jadi kemerah-merahan dengan adanya pemanasan (Nurlely, et al.,  2014). Tirosin adalah salah satu jenis asam amino yang termasuk non esensial karena dapat dibuat dalam tubuh dengan memanfaatkan asam amino fenilalanin. Tirosin dapat ditemukan dalam almond,  kedelai, keju, kacang-kacangan, biji-bijian, daging sapi, daging domba, ayam, ikan, telur, susu, kacang-kacangan, dan biji-bijian (Isahi, 2015).


Sumber:
Isahi, Dosso Sang. 2012. “Daftar Lengkap Asam Amino dan Asam Amino Non Essensial.” [online]
http://biologimediacentre.com/daftar-lengkap-asam-amino-esensial-dan-non-esensial/. Diakses pada 19 September 2017 pukul 20.00 WIB.
Nurlely, Muslimah, Liling Triyasmono. 2014. “Pengujian Daya Cerna Protein Ikan Haruan (Channa striata) Asal Kota Banjarmasin”. Jurnal Pharmascience, 2(1):76-80.

Uji Kelarutan Minyak/Lemak pada Pelarut Polar dan Nonpolar

Uji kelarutan minyak/lemak dilakukan untuk menentukan kelarutan minyak/lemak pada larutan yang ditentukan. Lemak merupakan senyawa non polar  sehingga hanya dapat larut dalam pelarut nonpolar. Lemak larut sempurna dalam pelarut  eter, kloroform, dan benzena yang merupakan pelarut non polar, lemak tidak larut dalam pelarut akuades dan HCL yang merupakan pelarut polar, serta lemak membentuk emulsi pada pelarut Na2CO3, dan alkohol 96% yang memiliki kepolaran yang sama kuat. 

Uji Iodin Untuk Menentukan Polisakarida pada Karbohidrat

Untuk menentukan polisakarida pada molekul karbohidrat dilakukan uji iodin. Pati yang berikatan dengan (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul iodin, poliakarida akan membentuk reaksi dengan iodin dan memberikan warna spesifik tergantung jenis karbohidratnya (Winarno, 2004 dalam Septorini 2008).   Penambahan iodium pada suatu polisakarida akan menyababkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Warna biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin. Di dalam amilum sendiri terdiri dari dua macam amilum yaitu amilosa yang tidak larut dalam air dingin dan amilopektin yang larut dalam air dingin. Ketika amilum dilarutkan dalam air, amilosa akan membentuk micelles dengan struktur helix yaitu molekul-molekul yang bergerombol dan tidak kasat mata karena hanya pada tingkat molekuler.Micelles ini dapat mengikat I2 yang terkandung dalam reagen iodium dan memberikan warna biru khas pada larutan yang diuji (Tika, 2016).




Sumber:
Septorini, Ragil. 2008. “Perbedaan Kadar Glukosa Pada Onggok yang Dihidrolisis denganAsam Klorida, Asam Sulfat, dan Asam Oksalat.” Program Studi DIII Analisis Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Tika, I Nyoman dan Pradnyatika. “Isolasi Karbohidrat dari Tepung Beras”. Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNDIKSHA.

Uji Tollen’s Untuk Menentukan Gugus Aldehid/Keton pada Karbohidrat

Untuk menentukan gugus aldehid atau keton pada molekul karbohidrat dilakukan uji Tollen’s. Pereaksi Tollen’s terdiri atas campuran larutan AgNO3 dan larutan NH3. Pereaksi Tollen’s merupakan kompleks ion Ag+ dan amonia sehingga dalam persamaan reaksinya cukup ditulis Ag2O. Senyawa aldehid dengan pereaksi Tollen’s dapat membentuk cermin perak yang merupakan endapan Ag (Haq, 2015). Aldehid mereduksi ion diamminperak(I) menjadi logam perak. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya dioksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai. (Jannah, 2013).


Sumber:

Jannah, Risqiyatul. 2013. “Uji Tollen untuk Aldehid dan Keton”. Kementrian dan Pendidikan Kebudayaan Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi dan Teknologi Pangan Purwokerto.

Uji Benedict Untuk Menentukan Gula Pereduksi pada Karbohidrat

Untuk menentukan gula pereduksi pada molekul karbohidrat dilakukan uji benedict. Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa (Sumarni, 2013). Untuk mendeteksi adanya gula pereduksi dalam suatu sampel, uji yang dilakukan adalah uji benedict, Jika positif mengandung gula pereduksi larutan pengujian benedict tersebut akan memberikan warna merah bata setelah dipanaskan di atas penangas. Larutan benedict dibuat dengan melarutkan natrium sitrat (Na3C6H5O7. 11H2O) dan zat anhidrous. Melarutkan CuSO4 hidrat ke dalam air dan memasukkannya perlahan-lahan ke dalam larutan sitrat. Jika dalam cuplikan tidak terdapat gula pereduksi, maka larutan jernih. Jika terdapat gula pereduksi, maka akan terbentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata. (Suja, 2002 dalam Tika, 2016).


Sumber:

Sumarni. 2015. “Bioogi Pangan: Uji Kualitatif Karbohidrat”. Program Studi dan Teknologi Pangan Jurusan Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari.
Tika, I Nyoman dan Pradnyatika. “Isolasi Karbohidrat dari Tepung Beras”. Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNDIKSHA.

Uji Fehling Untuk Menentukan Gugus Aldehid pada Karbohidrat

Untuk menentukan gugus aldehid pada molekul karbohidrat dilakukan uji fehling. Aldehid merupakan senyawa karbon yang mengandung gugus karbonil yang mengikat satu atau dua atom hidrogen (Haq, 2015). .Uji Fehling digunakan untuk menunjukan adanya gugus aldehid karena Aldehid dapat bereaksi dengan pereaksi Fehling menghasilkan endapan Cu2O yang berwarna merah bata. Pada praktikum ini digunakan dua larutan fehling yang berbeda, larutan fehling A dibuat dengan melarutkan kristal Cu (II) sulfat ke dalam air yang mengandung beberapa tetes asam sulfat encer dan larutan Fehling B dibuat dengan melarutkan NaOH dan natrium kalium tartarat (garam Rochelle) ke dalam air. Pereaksi Fehling digunakan dengan mencampurkan Fehling A dan B dengan volume yang sama. Jika terdapat gugus aldehid pada cuplikan maka warna biru dari pereaksi Fehling akan hilang dan endapan merah bata atau kuning dari Cu2O akan terbentuk (Suja, 2002 dalam Tika, 2016).


Sumber:
Tika, I Nyoman dan Pradnyatika. “Isolasi Karbohidrat dari Tepung Beras”. Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNDIKSHA.

Pereaksi FeCl3 Untuk Menguji Kandungan Tanin

Untuk menentukan suatu larutan mengandung tanin pada uji biokimiawi digunakan pereaksi FeCl3 . Tanin akan bereaksi dengan garam Besi (III). Larutan sampel akan memberikan warna intesif merah, biru, unggu atau hijau, dari kompleks triaryloksi yang menandakan adanya senyawa fenol dalam sampel tersebut (Malangngi, 2012).


Sumber:

Malangngi, Liberty P., Meiske S. Sangi,  Jessy J. E. Paendong. 2012. “Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill). Jurnal MIPA Unstrat Online, 1(1): 5-10.

Pereaksi Coomassie Blue Untuk Menguji Kandungan Protein

Pereaksi coomassie blue G-250 sebagai pengikat protein. Zat warna tersebut akan mengikat protein dan mengubah warna pada larutan yang mengandung protein tersebut dari warna kemerahan menjadi warna kebiruan. Ikatan yang terjadi antara zat warna Coomassie Blue G-250 dan protein dapat terjadi dikarenakan adanya gaya van der walls antara keduanya. Gaya van der walls dapat terjadi karena adanya bagian protein yang bersifat hidrofobik mengikat bagian dari zat warna Coomassie Blue G-250( penyusun reagen Bradford) yang bersifat non polar sehingga mengakibatkan zat warna tersebut melepaskan elektronnya ke bagian hidrofobik protein (Zuzana, 2013).

Reagen Dragendorff Untuk Menguji Kandungan Alkaloid

Uji alkaloid dengan Reagen Dragendorff. Reagen Dragendorff merupakan reagen yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa alkaloid maupun heterosiklik nitrogen. Adanya kandungan senyawa alkaloid pada suatu sampel akan memberikan perubahan warna yaitu warna jingga sampai kemerahan dengan latar belakang berwarna kuning (Waksmunzka, 2008).

Reagen Neutral Red Untuk Menguji Kandungan Terpenoid

Uji terpenoid dengan Reagen Neutral Red Pengujian terpenoid dengan menggunakan reagen Neutral Red akan menghasilkan perubahan warna menjadi berwarna merah muda atau merah (Ergina, 2014).  Reagen Neutral Red ini akan membuat sampel menjadi berwarna kuning jika dalam keadaan basa. Sedangkan pada sampel yang memiliki suasana asam maka warnanya akan tetap merah. Terpenoid merupakan senyawa yang disintesis dari asam asetat, sehingga ketika ditambahkan dengan reagen Neutral Red maka akan menghasilkan warna merah (Deepashri, 2015).


Sumber:

Deepashri, Vijayshri Deotale, Bhakti Patil. 2015. “Neutral Red Staining And Trypsin Treatment To Study Viability And Culture Yield Of  Dermatophytes”. Jurnal International Archives of Integrated Medicine. 2(2):22-26.

Larutan Jeffrey Untuk Menguji Kandungan Alkaloid

Indikasi positif larutan Jeffrey adalah adanya warna kuning tua pada preparat yang menandakan adanya kandungan alkaloid. Uji Alkaloid dengan Reagen Jeffrey Indikasi positif larutan Jeffrey adalah adanya warna kuning tua pada preparat yang menandakan adanya kandungan alkaloid. Senyawa alkaloid ini terletak di epidermis, pembuluh angkut, gabus, buah dan biji serta mesofil daun (Marliana, 2005).


Sumber:
Marliana, Soerya DewiVenty Suryanti, Suyono. 2005. “Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol”. Jurnal Biofarmasi,3(1): 26-31.

Pereaksi Lugol Untuk Menguji Kandungan Karbohidrat/Pati

Untuk menentukan suatu larutan mengandung karbohidrat/pati digunakan pereaksi lugol. Indikasi positif larutan yang ditetesi lugol adalah menghitam. Jika larutan menghitam, maka makanan tersebut mengandung karbohidrat. Semakin hitam berarti makanan tersebut semakin banyak kandungan karbohidratnya. Senyawa alkaloid ini terletak di epidermis, pembuluh angkut, gabus, buah dan biji serta mesofil daun (Marliana, 2005).


Sumber:
Marliana, Soerya Dewi, Venty Suryanti, Suyono. 2005. “Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol”. Jurnal Biofarmasi, 3(1): 26-31.

Pereaksi Sudan III Untuk Menguji Kandungan Lemak/Minyak

Pereaksi sudan III digunakan untuk menunjukkan bahan makanan yang mengandung lemak / minyak. Asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh (padat) dan asam lemak tak jenuh (cair). Zat makanan yang mengandung lemak dapat dideteksi dengan menggunakan larutan sudan III 0,5% dalam alkohol. Larutan sudan III larut dalam lemak dan akan menimbulkan warna merah pada larutan bahan makanan yang diuji dengan larutan tersebut, dalam alkohol akan memberikan warna merah pada dinding sel yang mengandung suberin atau lilin, karena suberin dan lilin larut dalam alkohol seperti Sudan III (Sen, 2015).


Sumber:

Sen, Dhrubo Jyoti.. Rutvi Patel, Clive Dadida, Kinsuk Sarker. 2015. Sudan Dyes As Lipid Soluble Aryl-Azo Naphthols For Microbial Staining”. Journal Of Pharmaceutical And Medical Research, (2)3: 417-425.

Uji Histokimia dalam Menganalisis Susunan Zat Kimia pada Jaringan Tumbuhan

Uji histokimia adalah suatu metode untuk menganalisis susunan zat kimia yang ada pada jaringan tumbuhan. Metode dan teknik kerja histokimia pada umumnya menggunakan reagen khusus untuk mendeteksi adanya senyawa kimia dalam tumbuhan tersebut. Pengujian secara histokimia ini dilakukan melalui penambahan reagen tertentu (Novelina, 2010).


Sumber: 

Novelina, Savitri. Aryani Sismin Satyaningtijas, Srihadi Agungpriyono, Heru Setijanto1, Koeswinarning Sigit. 2010. “Morfologi dan Histokimia Kelenjar Mandibularis Walet linchi (Collocalia linchi) Selama Satu Musim Berbiak dan Bersarang”. Jurnal Kedokteran Hewan, 4(1):194-202.

Perbedaan Antara Metabolit Primer dan Sekunder pada Tumbuhan

Tanaman memiliki dua jenis senyawa metabolit, yaitu metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer digunakan tanaman untuk pertumbuhan, sedangkan metabolit sekunder tidak berperan secara langsung untuk pertumbuhan tanaman. Metabolit sekunder diproduksi tanaman dalam jumlah tertentu pada kondisi tercekam. Contoh metabolit sekunder di antaranya adalah antibiotik, pigmen, toksin, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, pestisida, dan promotor pertumbuhan hewan dan tumbuhan (Nofiani, 2008 dalam Setyorini dan Yusnawan, 2016). Hal ini sejalan dengan pendapat Soesanto (2014) yang menyatakan metabolit sekunder adalah hasil metabolisme organisme atau mikroba yang dibuang karena tidak ada manfaatnya bagi kehidupan organisme atau mikroba tersebut; sedangkan hasil metabolisme yang digunakan dikenal dengan nama metabolit primer.






Sumber:
Setyorini, Sulistiya Dwi dan Eriyanto Yusnamawan. 2016. ”Peningkatan Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Aneka Kacang sebagai Respon Cekaman Biotik”. Jurnal Iptek Tanaman Pangan, 11(2): 167-178.
Soesanto, Lukas. 2015. “Metabolit Sekunder Agensia Pengendali Hayati: Terobosan Baru Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Perkebunan”. Fakultas Pertanian,Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Pengaruh Defisiensi Nutrien FE pada Tumbuhan

Defisiensi nutrien adalah  menurunnya konsentrasi atau ketersediaan nutrien yang ditunjukkan dengan gejala visual yang spesifik yang dapat mengindikasikan peran khusus nutrien tersebut pada metabolisme atau fisiologi tumbuhan. Untuk mengamati perubahan fisiologi tumbuhan akibat defisiensi besi  (Fe) ini, Menurut Joko (2015), Gejala defisiensi besi (Fe) pada daun sangat khas dan berpola teratur yaitu semua tulang daun mulai dari tulang daun utama (primer), tulang daun kedua (sekunder) dan tulang daun ketiga (tersier) hijau pucat sedang helai daun kekuningan.


Sumber:

Joko. 2015. “Gejala Defisiensi Fe pada Tanaman”. [online]
http://jokowarino.id/gejala-defisiensi-fe-pada-tanaman/. Diakses tanggal 26 September 2017 pukul 07.31 WIB.

Larutan Hoagland Sebagai Media Pertumbuhan Tanaman Hidroponik

Larutan Hoagland bisa digunakan sebagai media pertumbuhan karena di dalam cairan ini disediakan berbagai nutrisi yang diperlukan tanaman untuk tumbuh, dinamakan hoagland karena penemunya adalah Hoagland dan Snyder. Kebutuhan larutan nutrisi baik komposisi maupun konsentrasinya yang dibutuhkan tanaman akan sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman, fase pertumbuhan serta kondisi lingkungannya (Sastro dan Rokhmah, 2016). 


Sumber:

Sastro, Yudi dan Rukhmah Nofi Anisatun. 2016. Hidroponik Sayuran di Perkotaan. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).

Tanaman Ginseng Jawa dalam Kultur Jaringan

Ginseng jawa (Talium paniculatum Gaertn.) merupakan salah satu dari sekian banyak jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Hidayat, 2005 dalam Muhallilin, 2012). Ginseng jawa berkhasiat untuk mengatasi air susu ibu terlalu sedikit, nafsu makan kurang, bisul, dan afrosidiak (Hariana, 2008 dalam Muhallilin, 2012). Selama ini upaya yang telah dilakukan untuk perbanyakan ginseng jawa yaitu dengan biji, stek batang maupun dengan umbinya. Namun ketiga cara tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain keberhasilan tumbuh dengan biji sangat tergantung dari faktor fisik dan faktor biologis biji tersebut (Hidayat, 2005 dalam Muhallilin, 2012).


Sumber:

Muhallilin. 2012. “Induksi Akar dari Eksplan Daun Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan Zat Pengatur Tumbuh Auksin Secara Invitro”. Program Studi S-1 Biologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

Tanaman Tembakau dalam Kultur Jaringan

Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman perkebunan. Tanaman ini tersebar di seluruh nusantara dan mempunyai kegunaan yang sangat banyak, antara lain yaitu chlorogenic acid dan rutin yang terkandung dalam daun tembakau bermanfaat sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas (Wang et al, 2008 dalam Nisak, 2012). Organogenesis tunas tembakau dari eksplan daun adalah sistem regenerasi yang sangat efektif yang digunakan untuk transformasi tanaman (Horsch et al., 1985 dalam Aditya, 2013). Aditya (2013) menyatakan bahwa salah satu perbanyakan tanaman tembakau secara in vitro yang efisien adalah dengan mengkulturkan organ yaitu eksplan dari daun muda tembakau, penggunaan eksplan dari jaringan muda lebih sering berhasil karena sel-selnya aktif membelah, dinding sel tipis karena belum terjadi penebalan lignin dan selulosa yang menyebabkan kekakuan pada sel.


Sumber:

Nisak K., Tutik Nurhidayati., dan Kristanti I. Purwani. 2012. “Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95”. Jurnal Sains dan Semi Pomits, 1(1): 1-6.

Faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Akar dan Pertumbuhan Tumbuhan dalam Kultur Jaringan

Faktor-faktor yang memengaruhi inisiasi akar dan pertumbuhan kultur jaringan tumbuhan adalah garam mineral, auksin, gula, suhu, dan cahaya. Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara kultur jaringan dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam eksplan (Ardiana dan Fitrianingsih, 2010). Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. Fungsi ZPT tersebut adalah untuk merangsang pertumbuhan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ (Gunawan, 1987 dalam Nisak et al., 2012). Untuk menunjang keberhasilan kultur jaringan maka perlu diperhatikan faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah zat pengatur tumbuh (Nisak et al., 2012). Selain itu, mikronutrien atau mikroelemen berfungsi sebagai pelengkap, pengkatalisis, kofaktor, dan pendukung pertumbuhan tumbuhan, misalnya unsur Boron yang berfungsi untuk menjadi kofaktor enzim dalam proses pembelahan sel dan metabolisme dan metabolisme asam nukleat (Taiz dan Zeiger, 2010).


Sumber:

Ardiana, Dwi Wahyuni dan Ida Fitrianingsih. 2010. “Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya Dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi Iba”. Jurnal Buletin Teknik Pertanian, 15(2): 52-55.
Nisak K., Tutik Nurhidayati., dan Kristanti I. Purwani. 2012. “Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95”. Jurnal Sains dan Semi Pomits, 1(1): 1-6.

Peran Sifat Dediferensiasi dan Morforgenesis Tumbuhan dalam Kultur Jaringan

Selain sifat totipotensi, tumbuhan juga mampu melakukan dediferensiasi dan morfogenesis sehingga tumbuhan mampu untuk dikultur (Aha, 2016). Kemudian, Aha (2016) menjelaskan lebih lanjut, respon pertama dari organ tumbuhan yaitu terbentuknya jaringan penutup luka, sel-selnya terus membelah, jika pembelahannya tidak terkendali akan membentuk massa sel yang tidak terorganisir atau disebut dengan kalus. Sel-sel kalus ini berbeda dengan sel-sel eksplannya, sel-sel menjadi tidak terdiferensiasi, proses ini disebut dediferensiasi atau kembali ke keadaan tidak terdiferensiasi dan terus aktif dalam melakukan pembelahan. Perkembangan selanjutnya yaitu morfogenesis yaitu terbentuknya organ-organ baru yang kemudian akan tumbuh menjadi tanaman utuh atau plantlet yang dihasilkan melalui proses organogenesis (diferensiasi meristem unipolar, menghasilkan ujung tunas yang akan menjasi tunas atau ujung akar yang akan menjadi akar) dan embryogenesis somatic (proses diferensiasi meristem bipolar yang berupa bakal tunas dan akar, dua meristem yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman utuh).


Sumber:

Aha. 2016. “Kultur Jaringan: Pengertian, Fungsi, Prinsip, Jenis” [online]             http://www.ilmudasar.com/2016/12/Pengertian-Fungsi-Prinsip-dan-Jenis-Kultur-Jaringan-adalah.html. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 puku; 17.28 WIB.

Peran Sifat Totipotensi Tumbuhan dalam Kultur Jaringan

Ilmu yang mendasari kultur jaringan merupakan botani, penyakit tumbuhan, fisiologi tumbuhan, biologi sel tumbuhan dan genetika tumbuhan. Prinsip dasar yang digunakan dalam melakukan kultur jaringan adalah sifat totipotensi sel pada tanaman (Aha, 2016). Totipotensi sel dikemukakan oleh scheiden dan schwan. Totipotensi yaitu kemampuan setiap sel tumbuhan untuk tumbuh menjadi individu baru yang sempurna (Aha, 2016). Terdapat sel atau jaringan yang belum terdiferensiasi pada tumbuhan, yaitu jaringan yang bersifat meristematik atau jaringan meristem serta jaringan dasar (jaringan parenkim) yang masih bersifat meristematik (Alfiansyah, 2011).


Sumber:

Aha. 2016. “Kultur Jaringan: Pengertian, Fungsi, Prinsip, Jenis” [online]             http://www.ilmudasar.com/2016/12/Pengertian-Fungsi-Prinsip-dan-Jenis-Kultur-Jaringan-adalah.html. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 pukul 17.28 WIB.
Alfiansyah, Muhammad. 2016. “Teknik  Kultur Jaringan Tumbuhan” [online]
http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/teknik-kultur-jaringan- tumbuhan.html#.WeP8D2iCzIV. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 puku; 17.25 WIB.

Pengaruh Pemberian Sitokinin dalam Kultur Jaringan

Sitokinin memacu pembentukan kalus karena aktivitas yang kuat untuk memacu proses diferensiasi sel, organogenesis dan menjaga pertumbuhan kalus. Beberapa golongan sitokinin yang sering digunakan dalam metode kultur jaringan untuk menginduksi kalus adalah BA dan kinetin (Sitinjak et al., 2015). Di antara berbagai hormon sitokinin sintetik, BAP paling sering digunakan karena sangat efektif menginduksi pembentukan daun dan penggandaan tunas, mudah didapat dan harganya relatif murah (George dan Sherrington, 1984 dalam Sari, 2005). Sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah BAP, karena BAP lebih tahan terhadap degradasi dan harganya lebih murah (Nisak et al., 2012). Praktikum ini menggunakan BA sebagai hormon sitokinin sintetis. BA adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis (Gunawan, 1992 dalam Sulichantini, 2016). 


Sumber:

Sari, Laela. 2005. “Optimalisasi Media untuk Jumlah Daun dan Multiplikasi Tunas Lidah Buaya (Aloe    vera) dengan Pemberian BAP dan Adenin”. Jurnal Biodiversitas, 6(3): 178-180.
Sitinjak, Marlina Agustina, ayta Novaliza Isda, dan Siti Fatonah. 2015. “Induksi Kalus Dari Eksplan   Daun In vitro Keladi Tikus (Typhonium sp.) Dengan Perlakuan 2,4-D dan Kinetin”. Jurnal Biologi, 8(1): 32-39.
Nisak K., Tutik Nurhidayati., dan Kristanti I. Purwani. 2012. “Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95”. Jurnal Sains dan Semi Pomits, 1(1): 1-6.

Pengaruh Pemberian Auksin dalam Kultur Jaringan

Auksin merupakan salah satu ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman dengan dimasukkan ke dalam media tumbuh. Peran fisiologis auksin adalah mendorong pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, serta pembentukan akar. Dalam kultur jaringan, auksin diperlukan untuk pembentukan klorofil, pertumbuhan kalus, suspensi sel morfogenesis akar dan tunas (Ardiana dan Fitrianingsih, 2010). Auksin sangat efektif dalam menginisiasi pembentukan akar pada banyak spesies tanaman (Weaver, 1972 dalam Sulichantini, 2016). Auksin sintetis terdiri atas indole 3 acetic acid (IAA), indole 3 butyric acid (IBA), 1-naphthaleneacetic acid (NAA), dan herbisida yang bersifat auksin (Wattimena, 1992 dalam Ardiana dan Fitrianingsih, 2010). Praktikum kultur jaringan ini menggunakan NAA sebagai hormon auksin sintetis. NAA (Naftaleine Asetat Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Sulichantini, 2016). α-Naftalen Asam Asetat (NAA) merupakan auksin sintetik, tidak mengalami oksidasi enzimatik seperti IAA (Indole-3 Asetic Acid). Senyawa tersebut dapat diberikan pada medium kultur konsentrasi yang lebih rendah, berkisar 0,1-2,0 mg/l (Zulkarnain, 2009  dalam Triningsih et al., 2013).


Sumber:

Ardiana, Dwi Wahyuni dan Ida Fitrianingsih. 2010. “Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya Dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi Iba”. Jurnal Buletin Teknik Pertanian,15(2): 52-55.

Perbedaan Rasio Auksin dan Sitokinin dalam Kultur Jaringan

Rasio konsentrasi auksin yang lebih tinggi dibandingkan dengan sitokinin akan mendorong pembentukan akar, sedangkan rasio konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi dibandingkan dengan auksin akan memacu pembentukan tunas (Mondal et al., 1990 dalam Ardiana dan Fitrianingsih, 2010). Penambahan auksin pada media yang mengandung sitokinin akan meningkatkan penambahan jumlah tunas, namun jika ditambahkan sitokinin tanpa dikombinasikan dengan auksin tidak memacu jumlah tunas (Harahap dan Nusyirwan 2014).


Sumber:

Ardiana, Dwi Wahyuni dan Ida Fitrianingsih. 2010. “Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya Dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi Iba”. Jurnal Buletin Teknik Pertanian, 15(2): 52-55.
Harahap, Fauziyah dan Nusyirwan. 2014. “Induksi Tunas Nanas (Ananas comosus L. Merr) In Vitro Dengan Pemberian Dosis Auksin Dan Sitokin Yang Berbeda”. Jurnal Saintika, 15(11):124-131.

Alasan Penambahan Auksin dan Sitokinin dalam Kultur Jaringan

Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga menjadi “faktor pemicu” dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan (Lestari, 2011 dalam Sitinjak et al., 2015). Auksin dan sitokinin berinteraksi sedemikian rupa sehingga pemakainan auksin dan sitokinin bersama-sama harus mempertimbangkan konsentrasi maupun perbandingannya dalam media(Wetherell, 1982 dalam Sulichantini, 2016).


Sumber:

Sitinjak, Marlina Agustina, ayta Novaliza Isda, dan Siti Fatonah. 2015. “Induksi Kalus Dari Eksplan   Daun In vitro Keladi Tikus (Typhonium sp.) Dengan Perlakuan 2,4-D dan Kinetin”. Jurnal Biologi, 8(1): 32-39.

Manfaat Kultur Jaringan

Kultur jaringan  memiliki berbagai manfaat, diantaranya adalah untuk memperbanyak tanaman secara vegetatif, pemuliaan tanaman dan menghasilkan tanaman dengan genetik baru yang sudah diperbaiki dengan pencampuran jenis, mempelajari fisiologi tanaman dan hubungannnya dengan penyakit tanaman, mempelajari biokimia tanaman, dan menghasilkan tanaman baru dengan cepat (Aha, 2016). Berdasarkan berbagai manfaat kultur jaringan tersebut, sebagai mahasiswa rekayasa pertanian tanaman merupakan objek utama yang dibahas. Teknik kultur jaringan merupakan teknik yang efisien untuk perbanyakan klonal tanaman dan mendapatkan bibit unggul tanaman (Kurniawan dan Widoretno, 2016).


Sumber:

Aha. 2016. “Kultur Jaringan: Pengertian, Fungsi, Prinsip, Jenis” [online]             http://www.ilmudasar.com/2016/12/Pengertian-Fungsi-Prinsip-dan-Jenis-Kultur-Jaringan-adalah.html. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 puku; 17.28 WIB.
Kurniawan, Alfian Dwi dan Wahyu    Widoretno. 2016. “Regenerasi In Vitro Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)”. Jurnal Biotropika, 4(1): 1-4.

Pengertian Media MS (Murashige dan Skoog)

Apa Itu Media MS (Murashige dan Skoog) ?
Media MS (Murashige dan Skoog) merupakan media dasar yang dapat digunakan untuk memperbanyak berbagai jenis tanaman (Sulichantini, 2016). Media dasar Murashige dan Skoog digunakan untuk menginduksi penggandaan tunas in vitro (Sari, 2005). Media tersebut diatur keasamannya pada pH 5,7, diberi agar, lalu diautoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian disimpan selama 3 hari untuk mengeliminasi media yang terkontaminasi jamur atau bakteri (Sari, 2005). Media yang digunakan adalah media dasar MS yang mengandung hara makro dan mikro (Ardiana dan Fitrianingsih, 2010).  


Sumber:

Sari, Laela. 2005. “Optimalisasi Media untuk Jumlah Daun dan Multiplikasi Tunas Lidah Buaya (Aloe    vera) dengan Pemberian BAP dan Adenin”. Jurnal Biodiversitas, 6(3): 178-180. 
Ardiana, Dwi Wahyuni dan Ida Fitrianingsih. 2010. “TEKNIK Kultur Jaringan Tunas Pepaya Dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi Iba”. Jurnal Buletin Teknik Pertanian, 15(2): 52-55.

Pengertian Pigmen Klorofil Pemberi Warna Hijau Pada Tumbuhan

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya matahari menjadi tenaga kimia (Pratama dan Laily, 2015). Hal ini sejalan dengan pendapat Yana dan Anawati (2015) yang menyatakan bahwa klorofil merupakan zat hijau pada daun yang berperan dalam proses fotosintesis. Atau bisa juga diartikan sebagai molekul yang dapat menyerap sinar matahari dan menggunakan energi untuk mensintesis karbohidrat dari CO2 dan air yang dikenal dengan proses fotosintesis. Kandungan klorofil pada daun akan mempengaruhi reaksi fotosintesis. Kadar klorofil yang sedikit tentu tidak akan menjadikan reaksi fotosintesis maksimal. Ketika reaksi fotosintesis tidak maksimal, senyawa karbohidrat yang dihasilkan juga tidak bisa maksimal (Pratama dan Laily, 2015).


Sumber:

Pratama, Andi Jaya dan Ainun Nikmati Laily. 2015. “Analisis Kandungan Klorofil Gandasuli (Hedychium Gardnerianum Shephard Ex Ker-Gawl) Pada Tiga Daerah Perkembangan Daun Yang Berbeda”. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Alasan Timbulnya Warna Berbeda Pada Daun Tumbuhan

Warna pada tanaman disebabkan oleh pigmen yang dikandungnya pada tilakoid yang terdapat di dalam stroma. Pigmen dalam daun dibagi menjadi tiga, yaitu klorofil, karotenoid dan antosianin. Klorofil merupakan komponen kloroplas yang utama dan kandungan klorofil relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (Li et al., 2006 dalam Ai, 2012). Klorofil disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari yang jumlahnya berbeda untuk tiap spesies. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani dan Setiari, 2009 dalam Ai, 2012). Karoten adalah pigmen yang menyebabkan warna jingga, sedangkan xantofil adalah pigmen yang menyebabkan warna kuning. Karotenoid mampu melindungi tumbuhan terhadap solarisasi dengan  cara menyerap kelebihan energi cahaya dan kemudian dilepas sebagai bahang.Antosianin adalah pigmen yang larut dalam air yang menyebabkan warna merah, ungu, dan biru serta banyak ditemukan pada buah dan bunga (Ai, 2012). Antosianin merupakan zat warna yang bersifat polar dan akan larut dengan baik pada pelarut pelarut polar. Faktor fakor yang mempengaruhi kestabilan antosianin non enzimatik adalah pengaruh dari pH, suhu, dan juga cahaya (Maulid dan Laily, 2015).


Sumber:
Ai, Nio Song. 2012. “Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan”. Program Studi Biologi FMIPA, Universitas Sam Ratulangi.
Maulid, Rendy Rohmatul dan Ainun   Nikmati Laily. 2015. “Kadar Total Pigmen Klorofil dan Senyawa Antosianin Ekstrak Kastuba (Euphorbia pulcherrima) Berdasarkan Umur Daun”. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Pengertian Faktor Retensi

Faktor retensi (Rf) adalah rasio jarak yang ditempuh oleh zat dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut. Nilai Rf biasanya dinyatakan sebagai angka desimal (dua angka dibelakang koma). Nilai Rf tergantung oleh suhu dan polaritas pelarut yang digunakan pada eksperimen. Kromatografi kertas merupakan salah satu metode untuk menguji kemurnian senyawa dan mengidentifikasi zat. Kelarutan yang tidak sama menyebabkan banyak molekul warna akan terbawa oleh pelarut. Semakin mudah larut molekul akan bermigrasi lebih tinggi pada kertas sehingga nilai Rf menjadi besar. Jika Rf bernilai nol zat terlarut tertinggal di fasa diam dan sama sekali tidak terbawa oleh fasa gerak ka R bernilai satu maka zat terlarut tidak mempunyai daya tarik terhadap fasa diam dan terbawa secara sempurna oleh fasa gerak.Kelebihan kromatografi kertas adalah prosesnya relatif cepat dan membutuhkan sedikit material untuk diuji (ilmukimia, 2015).


Sumber:

Ilmukimia. 2015. “Kromatografi Kertas”. [online]
https://www.ilmukimia.org/2015/08/kromatografi-kertas.html. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 05.33 WIB.

Definisi Spektrofotometer

Spektrofotometer  sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer ialah menghasilkan sinar dari spektrum dan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa (Herliani, 2008 dalam infolabmed, 2016). Cara kerja alat spektrofotometer UV-Vis yaitu sinar dari sumber radiasi diteruskanmenuju monokromator, Cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui sampel dengan sebuah cermin berotasi, Detektor menerima cahaya dari sampel secara bergantian secara berulang – ulang, Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dilihat hasilnya, perhitungan dilakukan dengan komputer yang sudah terprogram (infolabmed, 2016)



Sumber:
Infolabmed. 2016. “Spektrofotometer: Instrumen di Laboratorium Medis.”. [online]
http://www.infolabmed.com/2016/08/spektrofotometer-instrumen-di.html. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul    05.29   WIB.

Perbedaan Antara Klorofil A dan Klorofil B

Terdapat dua jenis klorofil yaitu klorofil a dan klorofil b, yang membedakan kedua jenis klorofil ini adalah adanya gugus aldehid pada struktur klorofil b yang menyebabkan klorofil b ini bersifat sedikit lebih polar dibandingkan klorofil a (Koirewoa, 2008). Rumus molekul klorofil-a adalah C55H72N4O5Mg dan Rumus empiris dari klorofil-b adalah C55H70N4O6Mg.  Perbedaan kecil dalam struktur dari dua klorofil menghasilkan perbedaan dalam penyerapan spektrum, biru-hijau untuk klorofil-a dan kuning-hijau untuk klorofil-b. Posisi penyerapan maksimum bervariasi sesuai dengan pelarut yang digunakan (Arrohmah, 2007).



sumber:
Arrohmah.”Studi Karakteristik klorofil pada Daun Sebagai Material    Photodetectir Organic”. 2007. Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Koirewoa, Yohanes Adithya, Fatimawali, dan Weny Indayany Wiyono. 2008. “Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.)”. Program Studi Farmasi FMIPA Unstrat Manado.

Mahasiswa ITB Asal Kabupaten Indramayu Angkatan Tahun 2016



Keseruan kelompok 2 OSKM (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa) ITB .

Berkunjung ke Negeri di Atas Awan Dieng Jawa Tengah




Berkunjung ke CFD (Car Free Day) Dago Bandung






Cerita Pengalaman Seru Ekowisata Hutan Mangrove Karangsong Indramayu - Pilihan Liburan Menarik di Daerah Pantura









Foto Pengalaman Berkunjung ke Balai Kota Bandung









Diklat Terpusat OSKM ITB 2017






Pendanaan Sumber Internal dan Eksternal Berikut Contohnya.

Dalam melakukan investasi, perusahaan seringkali membutuhkan tambahan dana yang cukup besar, baik yang bersumber dari internal, maupun ekst...