Sejarah Kodifikasi Hadits dari Periode Pertama hingga Periode Keempat
Periode Pertama
Periode ini bermula dari rentang
hidup Nabîyullôh Muhammad Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam sampai abad pertama
hijrîyah. Pada masa ini, ahâdîts dikumpulkan dengan cara hafalan, pengajaran dan
penghimpunan (tadwîn). Para penghafal terkenal diantaranya adalah:
1.
Abū Hurayrah (‘Abdurrahmân) Radhîyallôhu
‘anhu, beliau wafat tahun 59 H pada usia 78 tahun. Beliau meriwayatkan 5374
ahâdîts. Murid beliau berjumlah hampir 800 orang.
2.
‘Abdullôh bin ‘Abbâs Radhîyallôhu ‘anhu,
beliau wafat tahun 68 pada usia 71 tahun. Beliau meriwayatkan 2660 hadîts.
3.
‘Ậ`isyah
ash-Shiddîqah Radhîyallôhu ‘anhâ, beliau wafat tahun 58 pada usia 67 tahun.
Beliau meriwayatkan 2210 hadîts.
4.
‘Abdullôh bin ‘Umar Radhîyallôhu ‘anhu,
beliau wafat tahun 73 pada usia 84 tahun. Beliau meriwayatkan 1630 hadîts.
Selain
keempat penghafal hadits terkenal tersebut masih banyak sekali penghafal
lainnya yang berasal dari kalangan sahabat, dan Tâbi’în lainnya.
Karya
tulis Hadits pada periode pertama diantaranya adalah :
1.
Shahîfah ash-Shâdiqah Shahifah ini
dinisbatkan kepada ‘Abdullôh bin ‘Amr bin ‘Ash (w. 63H pada usia 77 tahun).
Beliau memiliki kecintaan yang sangat besar di dalam menulis dan mencatat. Apa
saja yang beliau dengar dari Nabi Muhammad Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam akan
segera beliau catat. Beliau secara pribadi mendapatkan izin khusus dari Nabi
Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam. Risalah beliau ini terdiri dari sekitar 1000
ahâdîts. Risalah ini tetap dijaga dan dipelihara oleh keluarga beliau dalam
waktu yang lama. Semua isi risalah ini dapat ditemukan di dalam Musnad Imâm
Ahmad Rahimahullôh.
2.
Shahîfah ash-Shahîhah Shahifah ini
dinisbatkan kepada Humâm bin Munabbih (w. 101H). Beliau termasuk murid terkenal
Abū Hurayrah Radhiyallôhu ‘anhu. Beliau menuliskan semua ahâdîts dari gurunya.
Salinan manuskrip ini masih tersedia di Perpustakaan Berlin di Jerman dan di
Perpustakaan Damaskus (Suriah). Imâm Ahmad bin Hanbal Rahimahullôh telah
mengkategorisasikan semua isi Shahîfah ini di dalam Musnad-nya di bawah bab
riwayat Abū Hurayrah Radhiyallôhu ‘anhu. 2 Risalah ini, setelah upaya tahqîq
mengagumkan yang dilakukan oleh Dr. Hamîdullâh, telah dicetak dan
didistribusikan di Hyderabad (Deccan). Risalah ini mengandung 138 riwayat.
Shâhifah ini, merupakan bagian (juz`) dari ahâdîts yang diriwayatkan dari Abū
Hurayrah dan mayoritas riwayat-riwayatnya terdapat di dalam Bukhârî dan Muslim,
yang kata-kata dalam ahâdîts-nya hampir sama semua dan tidak ada perbedaan
mencolok.
3.
Shahîfah Basyîr bin Nahîk. Beliau adalah
murid Abū Hurayrah Radhiyallôhu ‘anhu. Beliau juga mengumpulkan dan menulis
sebuah risalah ahâdîts yang beliau bacakan kepada Abū Hurayrah Radhiyallôhu
‘anhu, sebelum mereka meninggal dunia beliau telah memeriksanya.3
4.
Musnad Abū Hurayrah Radhiyallôhu ‘anhu,
Musnad ini ditulis selama masa sahabat. Salinan Musnad ini ada pada ayahanda
‘Umar bin ‘Abdil ‘Azîz Radhiyallôhu ‘anhu, yaitu ‘Abdul ‘Azîz bin Marwân,
seorang Gubernur Mesir yang meninggal pada tahun 86H. Beliau menulis kepada
Katsîr bin Murrah memerintahkannya untuk menulis semua hadîts yang didengarnya
dari para sahabat lalu mengirimkannya kepadanya. Di dalam surat perintahnya
ini, beliau mengatakan pada Katsîr tidak perlu mengirimkan ahâdîts riwayat Abū
Hurayrah, karena beliau telah memilikinya. Musnad Abū Hurayrah Radhiyallôhu
‘anhu ini ditulis kembali dalam bentuk tulisan tangan oleh Ibnu Taymîyah
Rahimahullôh, dan tulisan tangan ini masih tersedia di Perpustakaan Jerman.
Selain keempat periwayat tersebut,
periwat hadist lainnya di periode pertama ini adalah Shahîfah ‘Alî Radhiyallôhu
‘anhu, Khutbah Terakhir Nabi Shallâllâhu ‘alayhi wa Sa llam, Shahîfah Jâbir
Radhiyallôhu ‘anhu, Riwayat ‘Ậ`isyah ash-Shiddîqah Radhiyallôhu ‘anhâ, Ahâdîts
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallôhu ‘anhu, Shahîfah Anas bin Mâlik Radhiyallôhu ‘anhu,
Risâ lah Samūroh bin Jundub Radhiya llôhu ‘anhu, Sa’ad bin ‘Ubâdah Radhiya
llôhu ‘anhu, Maktūb Nâfi’ Radhiya llôhu ‘anhu, ‘Abdullôh bin Mas’ūd
Radhiyallôhu ‘anhu.
Periode Kedua
Periode kedua dimulai dari sekitar
pertengahan abad kedua hijrîyah. Selama periode ini, sejumlah besar tâbi’în
mulai menghimpun karya mereka dalam bentuk buku. Penghimpun Hadist pada periode
kedua ini salah satunya adalah Muhammad bin Syihâb az-Zuhrî Rahimahullôh (w.
124H). Beliau dianggap sebagai ‘ulamâ` hadîts terbesar di zamannya. Beliau
menimba ilmu dari orang-orang besar. Pada
tahun 101H, beliau diperintahkan oleh ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azîz Rahimahullôh untuk
mengumpulkan dan menghimpun hadîts. Selain itu juga, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azîz
Rahimahullôh memberikan perintah kepada Gubernur Madînah, Abū Bakr Muhammad bin
‘Amrū bin Hazm untuk menuliskan semua ahâdîts yang dimiliki oleh ‘Umrah bintu
‘Abdirrahmân dan Qâsim bin Muhammad. Ketika ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azîz Rahimahullôh
memerintahkan semua orang yang bertanggung jawab di negara Islam untuk
mengumpulkan ahâdîts, kumpulan itu berbentuk sebuah buku. Ketika mereka sampai
ke ibukota Damaskus, salinan kopi buku tersebut dikirimkan ke semua penjuru
negeri Islam.1 6 Setelah Imâm az-Zuhrî Rahimahullôh mulai mengumpulkan ahâdîts,
ahli ‘ilmu lainnya mulai turut bergabung dengan beliau.
Karya tulis pada periode kedua
antara lain Muwaththo` Imâm Mâlik, Selama rentang waktu ini, sejumlah buku
hadîts telah disusun, Muwaththo` memiliki kedudukan tersendiri pada periode
ini. Buku ini ditulis antara tahun 130H sampai 141H. Buku ini memiliki kurang
lebih 1.720 ahâdîts, diantaranya adalah 600 hadîts-nya marfū’ (terangkat sampai
kepada Nabi Shallâllâhu ’alayhi wa Sallam), 222 hadîts-nya mursal (adanya
perawi sahabat yang digugurkan), 617 hadîts-nya mauquf (terhenti sampai kepada
tâbi’î), dan • 275 sisanya adalah ucapan tâbi’ūn. Selain itu, buku hadist yang
terhimpun pada periode ini antara lain Jâmi’ Sufyân ats-Tsaurî (w. 161H), Jâmi’
’Abdullôh ibn al-Mubârok (w. 181H), Jâmi’ Imâm al-Auzâ’î (w. 157H), Jâmi’ Ibnu
Juraij (w. 150H), Kitâbul Akhrâ j karya Qâdhî Abū Yūsuf (w. 182H), dan Kitâbul
Atsâr karya Imâm Muhammad (w. 189H). Pada rentang periode dua inilah, ahadits
Nabîyullôh Shallâllâhu ’alayhi wa Sallam, âtsâr para sahabat dan fatâwâ para
tâbi’în dihimpun beserta syarh (penjelasan) tertentu dari ucapan sahabat,
tâbi’în atau hadîts Nabî Shallâllâhu ’alayhi wa Sallam.
Periode
Ketiga
Periode ini dimulai dari abad
kedua hijrîyah dampai akhir abad keempat hijrîyah. Karakteristik periode ini
antara lain, Ahâdîts Nabi, âtsâr sahabat dan aqwâl (ucapan) tâbi’în dikategorisasikan,
dipisahkan dan dibedakan, Riwayat yang maqbūlah (diterima) dihimpun secara
terpisah dan buku-buku pada abad kedua diperiksa kembali dan di-tashhîh
(diautentikasi). Selama periode ini, bukan hanya riwayat yang dikumpulkan,
namun untuk memelihara dan menjaga hadîts, para ulamâ` menformulasikan ilmu
yang berkaitan dengan hadîts (lebih dari 100 ilmu1 9) dimana ribuan buku
mengenai ini telah ditulis. ’Ulūmul Hadîts pada periode ini antara lain:
1.
Asmâ`ur Rijâl, Pada ilmu ini, keadaan,
lahir, wafat, guru dan murid-murid perawi dikumpulkan dan dihimpun secara
terperinci, dan berdasarkan perincian perawi ini, seorang perawi dapat dinilai
akan sifat shidq (ke jujuran), tsiqqoh (kredibilitas) atau
ketidak-tsiqqoh-annya. Ilmu ini sangat menarik. Perincian sebanyak lebih dari
500.000 perawi telah disusun.
2.
’Ilmu Mushtholâhul Hadîts (’Ushūlul
Hadîts). Dengan arahan ilmu inilah, standar dan hukum ahâdîts serta keshahihan
dan kedha’ifan suatu hadîts dapat ditegakkan.
3.
’Ilmu Ghorîbul Hadîts. Di dalam ilmu
ini, kata-kata dan makna yang sulit diteliti dan dipela jari. Diantara buku
dalam ilmu ini adalah : Al-Fâ`iq karya az-Zamakhsyârî, An-Nihâyah karya
al-Ma’rūf Ibnu ’Atsîr.
4.
’Ilmu Takhrîjul Hadîts. Dari ilmu ini
kita dapat menemukan dimana (sumber) suatu hadîts yang berkaitan dengan ilmu
tertentu yang banyak ditemukan dari buku-buku tafsîr, ’aqîdah ataupun fiqh,
seperti : Al-Hidâyah26 karya Burhânuddîn ’Alî bin Abî Bakr alMarghânî (w.592H),
Ihyâ` ’Ulūmuddîn karya Abū Hâmid al-Ghozâlî (w.505H). Kedua buku di atas ini,
memiliki banyak riwayat tanpa isnâd atau sumber. Apabila seseorang ingin
mengetahui derajat atau sumber ahâdîts pada kedua buku ini dari buku hadîts
terkenal, maka buku-buku pertama yang bisa dirujuk adalah : Nashbur Râyah karya al-Hâfizh Zailâ’î (w. 792),
Kitâbud Dirôyah karya al-Hâfizh Ibnu Ha jar al-Asqolânî (w.852H), dan Al-Mughnî
’an Hamlil Ashfâr karya al-Hâfizh Zainuddîn alIrâqî (w.806H).
5.
’Ilmu a l-Hadîts al-Maudhū’ah. Dalam
ilmu ini, ahli ilmu menuliskan sebuah buku khusus, dimana mereka memisahkan
antara hadîts maudhū’ (palsu) dengan hadîts shahîh.
6.
’Ilmu Nâsikh wa l Mansūkh. Di dalam ilmu
ini, salah satu karya terkenal adalah Kitâbul I’tibâr karya Muhammad Mūsâ
al-Hâzimî (w.784H pada usia 35 tahun).2
7.
’Ilmu at-Taufîq Baynal Hadîts. Di dalam
ilmu ini, ahâdîts shahîhah yang saling kontradiktif (tanâqudh) satu dengan
lainnya, dibahas dan diselesaikan.
8.
’Ilmu Mukhta lif wa l Mu’ta laf. Ilmu
ini menyebutkan nama-nama perawi, kunyah (julukan), gelar, orang tua, ayah atau
guru mereka, yang sama/mirip antara perawi satu dengan yang lainnya, sehingga
seorang peneliti dapat melakukan kesalahan karenanya.
9.
’Ilmu Athrôful Hadîts. Ilmu ini
memudahkan untuk mencari sebuah riwayat dan buku hadîts serta para perawinya
dapat ditemukan di dalam ilmu ini. Sebagai contoh, penggalan pertama hadîts :
”Sesungguhnya setiap ’amal itu tergantung niatnya...”, apabila anda ingin
mendapatkan semua kata pada hadîts tersebut sekaligus perawinya, maka anda
perlu merujuk pada ilmu ini dan buku-buku yang ditulis dalam bidang ilmu ini.
10.
Fiqhul Hadîts. Di dalam ilmu ini, semua
hadîts shahîh yang berkaitan dengan ahkâm dan perintah dikumpulkan.
Penyusun hadits pada periode
ketiga antara lain, Imâm Ahmad bin Hanbal rahimahullôhu (164-241H), . Imâm
Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî rahimahullôhu (194-246H), Imâm Mus lim bin
Hajjâj al-Qushayrî rahimahullôhu (202-261H), Abū Dâwud Asy’âts bin Sulaymân
as-Sijistânî rahimahullôhu (204-275H), Imâm Abū Ỉsâ at-Tirm idz î rahimahullôhu
(209-279H), Imâm Ahmad bin Syu’a ib an-Nasâ`î rahimahullôhu (w.303H), dan Imâm
Muhammad bin Yazîd bin Mâjah al-Qazdiânî rahimahullôhu (w.273H).
Thobaqôt (Tingkatan)
Buku-Buku Hadîts Berdasarkan landasan dan istilah hadîts serta keterpercayaan
para perawinya, Muwaththo’ Imâm Mâlik, Shahîh al-Bukhârî dan Shahîh Muslim, memiliki
derajat tingkatan tertinggi. Abū Dâwud, at-Tirmidzî dan an-Nasâ`î,
keterpercayaan para perawinya di bawah kategori pertama, namun mereka masih
dianggap dan dipercaya. Kategori ini juga mencakup Musnad Ahmad. Ad-Dârimî
(w.225H), Ibnu Mâ jah, al- Baihâqî, ad-Dâruquthnî (w.358H). buku-buku
ath-Thabrânî (w.360H), buku-buku ath-Thohâwî (w.321H), Musnad Imâm asy-Syâfi’î
dan Mustadrak al-Hâkim (w.405H), buku-buku ini mengandung semua macam hadîts,
baik yang shahîh maupun yang dha’îf. Buku-buku Ibnu Jarîr ath-Thobarî (w.310H),
buku-buku alKhathîb al- Baghdâdî (w.463H), Abu Nu’aim (w.403H), Ibnu ’Asâkir
(w.571H), ad-Daylâmî (w.509H) penulis Firdaus, alKâmil karya Ibnu ’Adî (w.35H),
buku-buku Ibnu Marūdîyah (w.410H), al-Wâqidî (w.207H) dan buku-buku lainnya yang
termasuk dalam kategori ini. Kesemua buku-buku ini adalah himpunan riwayat yang
mengandung riwayat-riwayat palsu (maudhū’). Sekiranya buku-buku ini diteliti,
niscaya akan banyak faidah yang dapat diperoleh.
Periode Keempat
Periode ini, dimulai dari abad kelima hijrîyah
sampai hari ini. Karya-karya yang telah dihasilkan pada periode ini antara lain
:
1.
Penjelasan (Syarh), catatan kaki (hasyiah) dan
penterjemahan buku-buku hadîts ke dalam berbagai bahasa.
2.
Lebih banyak buku-buku dalam ilmu hadîts yang
disebutkan, disyarh dan diringkas.
3.
Para ’ulamâ`, dengan kecerdasan dan didorong
kebutuhan mereka terhadap ilmu hadîts, menyusun buku-buku hadîts yang dicuplik
dari buku-buku yang telah ditulis dan disusun pada abad ketiga. Diantaranya
adalah :
• Misykâtus Mashâbih
karya Walîyuddîn Khathîb. Di dalam buku ini, riwayat-riwayatnya disusun
berdasarkan masalah ’aqîdah, ’ibâdah, mu’amâlah dan akhlâq.
• Riyâdhush
Shâlihîn karya Imâm Abū Zakâriyâ Yahyâ bin Syarf an-Nawawî (w.676H), pensyarah
kitab Shâhîh Muslim.Buku ini menghimpun masalah akhlâq dan âdab secara umum.
Tiap temanya senantiasa diawali dengan ayatayat al-Qur`ân yang berkaitan dengan
tema. Hal ini merupakan ciri utama buku ini, dan metode ini pula yang ditempuh
di dalam Shâhîh al-Bukhârî.
• Muntaqâ al-Akhbâr
karya Mujaddid ad- Dîn Abūl Barakât ’Abdus Salâm bin Taimîyah (w.652H). Beliau
adalah kakek dari Syaikhul Islâm Taqîyuddîn Ahmad bin Taimîyah (w.728H). Qâdhî
asy-Syaukânî menulis sebuah syarh buku ini dalam 8 jilid, yang berjudul Nailul
Awthâr.
• Bulūghul Marâm
karya Ibnu Hajar al-Asqolânî (w.852H), pensyarah kitab Shâhîh al-Bukhârî. Buku
ini, utamanya tersusun atas hadîts-hadîts yang berkaitan dengan ‘ibâdah dan
mu’âmalah. Syarh (penjelasan) buku ini dilakukan oleh Muhammad Ismâ’îl
ash-Shon’anî (w.1182H) di dalam buku beliau yang berjudul Subulus Salâm Syarh
Bulūghil Marâm. Adalagi syarh dalam bahasa Farsî (Persia) yang ditulis oleh
Syaikh Nawwâb Shiddîq Hasan Khân al- Bupâlî (w.1307) yang berjudul Masâkul
Khatâm Syarh Bulūghil Marâm. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu.
Syaikh ‘Abdul Haqq Muhaddits ad-Dihlawî bin Saif at-Turkî (w.1052) yang
menyebarkan penga jaran hadîts di India. Setelah beliau, dakwah ini disebarkan
oleh Syah Walîyullâh ad-Dihlâwî (w.1176) dan keturunan beliau serta murid-murid
beliau. Penterjemahan buku-buku hadîts ini memulai babak baru, dimana buku-buku
hadîts disyarh, dicetak dan disebarkan, dan hal ini tetap terus berlangsung
sampai hari ini. Risalah yang ada di tangan anda sekarang ini juga merupakan
salah satu bagian dari upaya ini. Saya sendiri juga telah menulis sebuah
risalah, dimana saya menghimpun di dalamnya kurang lebih sebanyak 400 ahâdîts.
Risalah ini dicetak tahun 1956 dengan judul Intikhâb-e-hadîts.
Sumber:
Al-Hindî, Fadhîlatusy
Syaikh ‘Abdul Ghoffâr Hasan ar-Rahmânî . 2007.
“Pengantar Sejarah Tadwỉn
(Pengumpulan) Hadỉts”. Jakarta: Maktabah Abu Salma.
Saputra, Ian. 2013.
“Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah – KTB”.
Jakarta: PISS-KTB.